Senin, 26 Mei 2008

Mataair di Airmata

Sumber: http://www.amanah.or.id/ Airmata, Sebuah Mata Air di Kupang

Laporan: Darso Ariel B

Bila ke Kupang, sempatkan diri bertandang ke sebuah wilayah bernama Airmata. Di sini, ada airmata untuk sebuah perjuangan mempertahankan identitas.

KUPANG. Jika "jalan-jalan" adalah tujuan anda berkunjung ke kota Kupang, mungkin laut memberikan kenikmatan yang bisa dibanggakan, kendati tidak semua nuansa laut bisa dinikmati, misalnya pasir putih atau hidangan khas laut. Mungkin karena orang di Kupang bukan penikmat ikan sehingga tidak ditemui promosi hidangan laut yang atraktif.

Pada beberapa tempat di kota ini sengaja dibangun tempat duduk-duduk seperti balkon yang menghadap ke laut. Di sini biasa orang menghabiskan waktu menunggu terbenam matahari. Sedangkan pantai Lasiana yang sering disebut sebagai lokasi wisata di Kupang, ternyata tidak terpelihara.

Malam di Kupang adalah sepi. Menjelang pukul lima sore orang sudah bergegas pulang ke rumah, karena pukul tujuh malam tak ada lagi angkutan kota yang beroperasi. Transportasi dalam kota mulai diambil alih tukang ojek. Masih beruntung tarifnya tidak terlalu mahal. Oebufu - Oesapa yang berjarak belasan kilo meter cukup dibayar lima ribu rupiah.

Tapi bagi Anda yang berpenyakit jantung tidak cocok tinggal di Kupang. Ini karena semua angkot di kota ini berciri yang sangat aneh: memutar musik keras-keras dengan volume bas tinggi.

Kupang sering disebut orang sebagai Kota Karang, Ini bukan perlambang apa-apa, tapi nyatanya demikian. Dari arah laut kota ini terlihat bertengger di atas batu karang yang besar, selain sebagian kota lainnya berada di atas bukit berbatu.

Mata Air Airmata

Dibanding wilayah Nusantara lainnya, Islam terbilang agak terlambat masuk ke wilayah ini, Karena itu tidak heran kalau umat Islam di kota ini terbilang minoritas. Meski demikian, bukan berarti di Kota Kupang sama sekali tidak ada obyek yang pantas untuk diziarahi.

Sebuah wilayah di tengah Kota Kupang bernama Airmata, bisa dipastikan menjadi titik sentral obyek ziarah di sini. Dari namanya, sudah bisa dipastikan kalau wilayah ini memiliki identitas Melayu dan berbeda dari seluruh nama wilayah di kota ini yang biasanya berawalan oe (air), seperti Oeba, Oesapa, Oebufu, Oenlain, Oenesu dan masih banyak lagi oe-oe lainnya.

Bagi masyarakat Airmata, nama wilayah itu sendiri memiliki dua makna kebenaran. Pertama, dari wilayah inilah timbul mata air yang mengalir sungai jernih membelah Kota Kupang.

Makna kedua, di tempat inilah banyak airmata yang tumpari akibat kekejaman penjajah, Setidaknya ada tiga ulama yang ditangkap dan diasingkan Belanda hingga mereka wafat dan dimakamkan di sini, yakni Kiyai Arsyad asal Banten, Dipati Amir Bahrain asal Bangka dan Sultan Dompu asal Bsma. Makam para ulama itu terletak berdekatan dalam sebuah kompleks yang dikenal dengan nama Kuburan Batu Kadera,

Menurut cerita sesepuh Airmata, H. Imam Birando bin Taher, Kiyai Arsyad paling banyak berperan dalam pengembangan Islam di Kupang. Sebelum ditangkap dan diasingkan, Kiyai Arsyad memimpin perlawanan masyarakat Cilegon, Banten, terhadap Belanda (1926).

Masih menurut cerita H. Imam Birando, sebelum menetap di Airmata, Kiyai Arsyad mula-mula tinggal di Oeba, sebuah kawasan pantai di belahan utara Kupang. Di sini Kiyai Arsyad mendirikan masjid. Baru beberapa tahun, masjid itu digusur Belanda dengan dalih akan dijadikan kompleks perumahan pejabat.

Kiyai Arsyad dan pengikutnya kemudian bergeser ke arah selatan kota, tepatnya di Funtein sekarang. Di sini Kiyai Arsyad dan pengikutnya kembali mendirikan masjid. Sayangnya, Belanda kembali menggusur masjid dan komunitas Kiyai Arsyad dengan alasan akan mendirikan perkantoran. Kantor Bupati Kupang sekarang diyakini sebagai lokasi berdirinya masjid Kiyai Arsyad.

Setelah tergusur dari Funtein, Kiyai Arsyad beserta pengikutnya memindahkan komunitasnya ke arah selatan, yakni Airmata sekarang dan tidak lagi digusur karena Belanda terlanjur angkat kaki dari Nusantara.

Orang kedua yang berjasa dalam pengembangan Islam di Kupang, khususnya di Airmata adalah Sya'ban bin Sanga, tokoh asal Solor, Flores Timur. Untuk kepentingan masjid, Sya'ban mewakafkan sebidang tanah yang dimilikinya. Tanah wakaf Sya'ban ini oleh Kiyai Arsyad dibangun masjid yang kemudian diberi nama Baitul Qadim (rumah pertama).

Sya'ban bin Sanga pun mewakafkan anak-anaknya untuk kepentingan dakwah. Tiga puteranya, yakni Birando, Abdullah dan Bofid. Birando diwakafkan sebagai imam, Abdullah sebagai khatib dan Bofid sebagai muazzin. Tradisi mewakafkan diri pada masjid ini terus berlangsung hingga cucu-cucu Sya'ban. H. Imam Birando bin Taher yang masih memegang jabatan imam sekarang adalah cicit Sya'ban.

Mauludan yang Khas

Berziarah di Kupang jangan lewatkan masjid Al Fatah di wilayah Kampung Solor. Masjid yang dibangun pada awal Tahun 1900 ini masih mengabadikan mihrabnya yang sangat khas. Bila diamati, mihrab masjid ini menyimpan kemiripan dengan masjid para sultan di wilayah Nusantara lainnya. Sebuah bedug besar atau rekal (meja kecil tempat meletakkan Quran) yang ada di masjid ini seperti mengisyaratkan bahwa kebudayaan Islam di Kupang sudah cukup tua.

Sama seperti Airmata, Kampung Solor juga didiami oleh komunitas Muslim. Bedanya, komunitas Muslim di sini lebih didominasi oleh masyarakat asaf Solor, Flores Timur yang dalam sejarah juga disebutkan memiliki tradisi Islam setua Islam di Nusantara.

Mengunjungi kedua masjid ini akan lebih mengesankan bila bersamaan dengan , saat perayaan Maulid Nabi, 12 Rabiul Awal. Berbeda dengan daerah lain, perayaan Maulid Nabi di Kupang, terutama di kedua masjid ini memiliki tradisi yang sangat khas. Acara pokok mauludan adalah berzikir, yakni pembacaan kitab Barjanzi yang dilatunkan dengan irama tertentu serta diiringi oleh tabuhan rebana. Sepintas, seni berzikir ini hampir memiliki kesamaan dengan seni ruddat yang banyak dijumpai di wilayah Tapal Kuda, Jawa Timur.

Peringatan Maulid Nabi di sini juga ditandai dengan aneka hidangan yang dihiasi aneka warna. Ada nasi merah dan kuning, ada telur ayam rebus, juga pisang rebus yang juga diberi aneka warna dan dihidangkan dalam nampan bersama nasi tadi. Lebih khas lagi, ada kelapa muda diukir aneka macam yang ditancapi kembang-kembang plastik. Semua aneka makanan, kelapa dan bunga itu selepas waktu Isya diarak beramai-ramai menuju masjid dengan lantunan Salawat Badar. Prosesi ini sungguh mengharukan.

Darso Ariel B

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda